PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM
KONTEKS KEINDONESIAAN DAN PERSPEKTIF AL-QUR'AN
Latar Belakang Masalah
Perjuangan melawan perbedaan, rasisme, segregasi dan semacamnya merupakan perjuangan yang panjang dan penuh pengorbanan di berbagai belahan dunia. Sejarah –salah satunya telah– mencatat bahwa Indonesia, dengan keragaman etnis dan budayanya, mengalami suatu pertikaian internal antar suku, antar ras, dan antar agama bahkan antar sesama pemeluk agama sendiri. Indonesia dengan kekayaan keragaman budayanya memasuki milenium ketiga mengalami goncangan-goncangan yang hebat setelah tumbangnya rezim orde baru yang selama 32 tahun membungkam rakyat Indonesia dengan proses penyeragaman keragaman kebudayaan. Bhineka tunggal ika, berbeda-beda namun tetap satu juga, yang semula adalah warisan tradisi tentang harmonisasi dan toleransi berubah menjadi bingkai politik yang seakan harmonis bagi rezim tersebut pada akhirnya menjadi proses awal munculnya pertikaian SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan) yang semula kurang disadari oleh sebagian besar rakyat Indonesia selama rezim tersebut berkuasa.
Jika dilihat dari sejarahnya, bangsa Indonesia telah lama dikenal sebagai negara yang memiliki kebudayaan yang beragam. Dari Barat ke Timur, bangsa ini memiliki lebih dari 13.000 pulau yang tersebar dan membentang sejauh 5.000 km dengan bahasa, suku, agama, tradisi kepercayaan, budaya, adat-istiadat, tingkat ekonomi, dan tatanan sosial yang berbeda-beda. Dengan jumlah suku yang mencapai kurang lebih 600 suku bangsa dengan identitasnya masing-masing dengan kebudayaannya yang berbeda-beda dan jumlah etnisnya yang sangat banyak pula, 11 etnis besar di Indonesia jumlahnya baru sekitar 16,5% jumlah penduduk Indonesia serta masyarakatnya yang multi agama menunjukkan sangat beragamnya budaya yang dimiliki bangsa ini.
Keragaman tersebut memiliki dua potensi yang berbeda dan berlawanan. Di satu sisi menunjukkan adanya potensi yang positif, suatu potensi untuk berbangga terhadap tanah airnya. Namun di sisi lain terdapat potensi negatif yaitu suatu potensi yang rawan terjadinya suatu benturan, konflik, perpecahan, hilangnya rasa kemanusiaan, dan sebagainya. Di negara yang sedang berkembang, potensi negatif tersebut seringkali terjadi, begitu pula di Indonesia. Konflik berbau SARA, setelah jatuhnya rezim Soeharto, di Jakarta, Maluku, Sulawesi, Papua, Kalimantan, Surabaya, dan sebagainya merupakan beberapa di antara peperangan yang terjadi akibat adanya benturan budaya antar kelompok atau etnis masyarakat. Benturan tersebut disebabkan kurangnya pemahaman masing-masing individu atau kelompok terhadap keragaman budaya yang ada. Dan ini mengindikasikan bahwa penduduk Indonesia belum memiliki wawasan yang luas akan pluralitas budaya yang ada di negara ini.
Keragaman budaya dan pluralitas yang terjadi dalam suatu negara sesungguhnya merupakan hal yang sulit untuk dihindarkan apalagi dihilangkan. Keragaman yang dihindari atau dihilangkan pada saatnya akan menimbulkan suatu benturan-benturan yang berakibat terpecahnya suatu negara. Dan ini akan berakibat hilangnya rasa memiliki dan rasa untuk bersatu padu dalam mengarungi perjalanan bangsa. Di sisi lain, ketika keragaman diexplore dan dikelola dengan baik, dengan tanpa mengabaikan keragaman yang ada, maka akan diperoleh suatu kekayaan akan keragaman. Kekayaan yang berasal dari milik pribadi budaya masing-masing yang telah tertanam secara mendalam pada diri individu-individu pemilik budaya tersebut. Dampaknya, kebanggaan akan kekayaan keberagaman tercapai sehingga kebanggaan dan persatuan dapat dicapai.
Fenomena dan pembicaraan mengenai keragaman dan pluralitas semakin sulit untuk dihindari di era global seperti sekarang ini. Antisipasi terhadap dampak negatif terhadap pluralitas yang ada di antaranya dengan memberikan suatu pemahaman atau pendidikan bagi tiap individu akan makna pentingnya suatu keragaman dan perbedaan. Multikulturalisme, sebagai suatu gerakan sosio-intelektual yang mengusung nilai-nilai dan prinsip-prinsip perbedaan dan yang menekankan arti pentingnya penghargaan terhadap budaya yang berbeda, sudah saatnya diberikan kepada masyarakat Indonesia. Mengingat pula bahwa paham ini memiliki orientasi yang baik yaitu untuk tercapainya suasana yang rukun, damai, toleran, egaliter, saling menghormati dan menghargai, tanpa ada perpecahan dan kekerasan, dan tanpa meninggalkan kompleksitas perbedaan budaya yang terdapat dalam suatu masyarakat.
Pendidikan multikultural, suatu bentuk pendidikan yang muncul untuk memberikan respon terhadap keragaman budaya yang selama ini "belum terjembatani. Pendidikan ini memfasilitasi proses belajar mengajar yang mengubah perspektif monokultural yang bersifat diskriminatif ke arah perspektif multikulturalis yang menghargai keragaman dan perbedaan dalam suatu masyarakat untuk tercapainya sikap toleran terhadap sesama manusia. Dengan keragaman dan pluralitas yang terdapat di Indonesia maka sudah saatnya untuk mengembangkan suatu pendidikan multikultural bagi masyarakat di negara ini.
Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini dibuat sebagai kajian tentang multikultural dan pendidikan multikultural dalam konteks keindonesiaan. Mengingat bahwa berbagai konflik yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia melibatkan umat Islam, sebagai umat beragama terbesar di Indonesia, maka penelitian mengenai pendidikan multikultural ini akan ditinjau berdasarkan perspektif al-Qur'an. Sebagai sebuah kitab suci, selain memiliki kekuatan teks yang berdimensi idiologi murni, al-Qur'an juga berdimensi sosial kemanusiaan yang menyebarkan rasionalitas yang sedemikian global dan luas, yang dapat diterjemahkan berdasarkan kondisi dan situasi yang sedang berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar