Summary
Studi terhadap agama pada awalnya, yaitu dari periode Antiq sampai masa Romawi akhir, tidak dapat terlepas dari adanya mitos yang terdapat di dalamnya, dengan alasan bahwa mitos merupakan dasar bagi para sejarawan agama untuk melakukan suatu perbandingan terhadap suatu ritual keagamaan. Ritual keagamaan sendiri merupakan salah satu sumber penting sebagai bahan dari suatu ajaran agama. Keberadaan atau pengakuan terhadap adanya mitos selama periode tersebut tidak hanya terjadi pada agama non-semitik saja namun juga pada agama semitik yang ada pada saat tersebut, yahudi dan kristen. Namun, ketika agama semitik yang paling muda hadir, Islam, tidak mengenal adanya mitos sebagaimana yang terjadi pada agama-agama lainnya, sehingga menimbulkan satu hal baru bahwa pendekatan terhadap mitos yang diandalkan oleh para skolastik pada saat itu tidak berfungsi pada Islam.
Dari segi sumbernya Islam, al-Qur’an, yang mana tidak terbentuk dari suatu lingkaran kosmik dan eschaton, merupakan satu contoh konkrit bahwa tidak ada mitos di dalamnya. Begitu pula dengan sosok Muhammad, tidak sedikitpun dianggap sebagai suatu keajaiban namun sebagai suatu pribadi yang menyejarah yang hidup di jazirah Arab pada abad ke tujuh. Begitu pula dengan tahun baru Islam, bukan mengacu pada terjadinya pembaharuan kosmis namun pada saat Muhammad berhijrah ke Yatsrib, suatu peristiwa yang penuh dengan pertimbangan politis.
Tanpa adanya mitos, bukan berarti tidak adanya ritual sebagaimana yang terjadi dalam Islam, di antaranya: Ta’ziyah, tariqah, ziarah, mencari barokah (ngalap barokah), belum lagi mengenai ritual yang wajib, yaitu sholat, puasa, zakat, dan haji. Dari sini dapat dibuktikan bahwa Islam memiliki banyak sekali ritual-ritual keagamaan. Bahkan W. C. Smith mengatakan bahwa salah satu mazhab Islam, Sunni, dimaknai sebagai ortopraksis dan bukan ortodoks sebagaimana pemaknaan yang dilakukan oleh beberapa kalangan. Tentunya, pemaknaan ini tidak terlepas dari banyaknya ritual yang ada dalam Islam. Banyaknya ritual tersebut, dikatakan Richard C. Martin, persoalannya bukan pada mengidentifikasi dan mengisolasi data-data yang terdapat dalam ritual untuk analisis namun bagaimana meletakkan data tersebut dalam kaitannya dengan matrik-matrik kebudayaan yang lebih luas sehingga barangkali akan diperoleh kandungan makna keagamaan di dalamnya.
Haji, salah satu ritual dalam Islam, diangkat oleh William R. Roff untuk menganalisis makna agama yang terdapat di dalamnya. Dengan merujuk pada penelitian mengenai ritual suatu masyarakat yang dilakukan oleh Arnold van Gennep dengan rites de passage-nya dan dengan penelitian Victor R. Turner mengenai ritual yang ada di suku Ndembu, Zambia dengan liminalitas-nya, yang merupakan pengembangan dari rites de passage-nya van Gennep, Roff membuat satu analisis baru mengenai haji. Turner mengatakan bahwa dalam mempelajari suatu ritual, bagaimanapun tidak akan terlepas dari simbol-simbol yang terdapat di dalamnya karena simbol sendiri merupakan manifestasi yang nampak dari suatu ritual, dan William Roff dalam analisisnya juga berusaha mengungkap makna suatu simbol yang terdapat dalam ritual haji untuk mencari makna keagamaan yang terdalam bagi orang Islam.
barakallahu Fik yah Bu..Smoga Ilmunya mjdi amal jariyh
BalasHapus